Mataram, tabaca.my.id.- Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dr Nurhandini Eka Dewi mengungkapkan 25
persen penularan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di daerah itu kini
berasal dari transmisi lokal.
"Kasus transmisi lokal positif COVID-19 di Provinsi NTB mencapai sekitar 25 persen," ujarnya di Mataram, Rabu.
Ia menjelaskan, angka 25 persen transmisi lokal diperoleh dari kontak langsung tujuh kluster yang ditemukan di NTB melakukan interaksi dengan lingkunganya. Bahkan, tiga kluster yakni, Gowa, Jakarta dan Bogor telah erat menularkan langsung pada keluarga dan koleganya.
"Contoh kasusnya, pada kluster Bogor sudah merambah sebarannya hingga tahap ketiga dan keempat. Mereka inilah yang menyebarkan virusnya ke kolega dan lingkungannya," terang Nurhandini.
Nurhandini menyatakan, meski angka komulatif kasus transmisi lokal belum bisa dihitung detailnya. Namun jika melihat kluster yang ada dan sudah berkembang di NTB, maka hal itu perlu menjadi perhatian semua pihak.
Apalagi, kata dokter Eka sapaan akrabnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan telah mengumumkan tiga daerah di NTB naik status menjadi waspada transmisi lokal virus Corona (COVID-19). Tiga daerah itu, yakni Kota Mataram, Lombok Barat, dan Lombok Timur.
"Maka, fokus kita melokalisir penyebaranya adalah terpusat di tiga wilayah itu sehingga masyarakat juga kita minta selalu waspada," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (Diskominfotik) NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan, kasus transmisi lokal telah menjadi kewaspadaan Pemprov NTB. Hal itu menyusul, Kementerian Kesehatan telah menetapkan tiga daerah di NTB menjadi status transmisi lokal.
"Kewaspadaan tinggi saat ini perlu diterapkan. Terutama untuk memastikan isolasi secara mandiri maupun kolektif," ucapnya.
Menurut Gede, sikap kewaspadaan dilakukan menyusul, orang-orang yang datang dari luar daerah sudah menularkan di NTB.
"Jadi perlu adanya kewaspadaan tinggi, sehingga tidak menyebar lagi. Lebih baik di rumah, ikuti anjuran pemerintah, dan jujurlah ke petugas (kesehatan)," tegas Aryadi.
Kendati telah ada transmisi lokal. Namun, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) belum akan diterapkan di NTB. Pasalnya, hal tersebut harus melewati kajian eskalasi kasus dan lain-lain.
"Kalau kita lihat di sini, ke arah (PSBB) itu belum. Tapi penanganan dan pengetatan itu sudah dilakukan," terangnya.
Di sisi lain, bagi kabupaten/kota yang merasa perlu menerapkan PSBB disebutnya dapat mengajukan permohonan sesuai aturan yang diberlakukan Kementerian Kesehatan. Pengajuan tersebut juga diharapkan memasukkan kajian internal, seperti ketersediaan pangan dan lain-lain.
"Kalau dilakukan (PSBB) itu, konteksnya sudah lain," imbuhnya.
Meski demikian, menurutnya paling utama yang perlu dilakukan saat ini adalah terus mengedukasi masyarakat agar disiplin menerapkan pembatasan fisik serta jujur ketika menjalani asesmen dari petugas kesehatan.
"Beberapa kasus yang terjadi di NTB karena ketidakjujuran, sehingga menyebar ke yang lain," katanya.
Sumber : Kantor Berita Nasional,
Antara Mataram
Tidak ada komentar
Posting Komentar