Foto : Anonim (Alan Malingi) |
Sebenarnya Heraldur Sirgudson bukanlah orang pertama yang menemukan sisa peradaban Tambora. Masyarakat setempat telah banyak menemukan sisa peradaban itu dari hasil penggalian dan eksavasi yang dilakukan di sekitar hutan di kawasan Tambora. Masyarakat menemukan benda-benda berupa keramik, keris, alat rumah tangga dan lain-lain.
Sebelumnya :
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 3)
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 4)
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 5)
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 6)
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 4)
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 5)
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 6)
Misteri
Peradaban Mulai Terkuak
Penulis : Alan Malingi |
Prof. Heraldur Sirgudson
dari Rhode Island University , USA menyebut Tambora sebagai “ Pompeii Dari
Timur “. Pompeii adalah sebuah kawasan di Italia yang hancur luluh tertelan
letusan dahsyat gunung Vesuvius tahun 79
Masehi. Namun letusan Tambora dua kali lebih dahsyat dari Vesuvius. Temperatur
awan panas (Wedus Gemble) tercatat 800 derajat. Sementara Vesuvius mencapai 500
Derajat. Kini Prahara tersebut menyimpan berjuta kenangan yang terkubur bersama
pasir letusannya. Berbagai temuan telah menjelaskan kepada kita yang hidup di
abad ini tentang sebuah peradaban yang hilang.
Sebenarnya Heraldur
Sirgudson bukanlah orang pertama yang menemukan sisa peradaban Tambora.
Masyarakat setempat telah banyak menemukan sisa peradaban itu dari hasil
penggalian dan eksavasi yang dilakukan di sekitar hutan di kawasan Tambora.
Masyarakat menemukan benda-benda berupa keramik, keris, alat rumah tangga dan
lain-lain.
Berdasarkan temuan
masyarakat itu, maka Heraldul Sirgudson dan rekan-rekannya pada tahun 2004
setelah mengikuti seorang pemandu tur yang mengatakan, warga setempat telah
menemukan peninggalan kuno di daerah itu. Dari hasil penggalian ditemukan
sisa-sisa perunggu, tembikar dan kaca.Letusan Gunung Tambora mengundang
perhatian besar karena terkait dengan masalah perubahan iklim. Temuan Heraldur
ini diliput khusus oleh Tabloid Kilas pada tahun 2004.
Perempuan
Cantik Di Teras Rumah
Sejak penemuan itu, Tim
Arkeologi Nasional maupun Tim Arkeologi Bali serta para peneliti mulai
melakukan penelitian dan penggalian di Tambora. Saya dengan beberapa rekan
mendapatkan kehormatan berkunjung pada saat penggalian itu berlangsung pada
pertengahan Juni 2014, setahun sebelum perayaan Dua Abad Tambora Menyapa Dunia
yang dihadiri oleh Presiden Jokowidodo.
Berikut cerita perjalanan saya
ke situs peradaban Tambora yang telah dimuat di blog Romantika Bima pada
tanggal 24 Juni 2014.
Selepas shalat Jumat di
Masjid desa Pancasila Kabupaten Dompu, saya dan tiga orang rekan menyewa motor
ojek menuju pesanggrahan dan lokasi penggalian situs sisa peradaban Tambora.
Sepanjang perjalanan, meski menerjang jalan-jalan berlubang, agak licin dan
rusak kami tetap bersemangat karena penasaran melihat dari dekat pesanggarahan
Tambora dan lokasi situs. Sepanjang jalan, suasana cukup sejuk dan dingin di
antara kebun kopi Tambora yang bebuah lebat. Setelah 30 menit menjelajahi hutan di lereng barat gunung Tambora itu,
kami tiba di sebuah pertigaan yang landai.
Di areal ini kami menemukan
bekas perpustakaan, sebuah masjid dan bangunan bekas pabrik kopi Tambora. Ada
juga dua rumah semi permanen yang dihuni warga transmigran asal pulau lombok.
Di sebelah barat masjid terdapat sebuah rumah semi permanen juga. Salah seorang
teman menanyakan arah ke pesanggarahan Tambora kepada salah seorang wanita yang
duduk di depan rumah itu. Dari jauh saya melihat arah tangannya menunjuk ke
arah timur. Lalu kami pun mengikuti dan tancap gas menuju arah yang ditunjuki
tadi.
Sudah 30 menit kami
mengarungi hutan dan jalan setapak yang terus menanjak, tidak satupun perkampungan
kami lihat. Bingung mulai menyelimuti, lalu kami putuskan untuk
beristirahat.Sesaat kemudian, kami melihat dua orang wanita menjunjung kayu
bakar. Kami dekati keduanya untuk bertanya arah ke pesanggarahan Tambora.
Ternyata kami sudah jauh ke arah timur, dan kami disuruh kembali karena
pesanggarahan tidak jauh dengan kompleks bekas perusahaan kopi Tambora tadi.
Kami pun kembali dan menemukan jalur tanjakan menuju pesanggarahan.
Karena perut yang menari
keroncongan, kami pun memutuskan untuk memasak nasi, mie instan dan telur yang
kami bawa dari pancasila.Hanya dua telur yang utuh, tiga telur pecah dan
merambat ke pakaian di dalam Tas Fahru Rizki.
eh, ternyata saya lupa ayam goreng dan rendang yang dibeli di cabang
Banggo.Setelah makan siang yang sudah kesorean kami bertemu dengan pak Suparno.
Sambil menikmati suguhan kopi Tambora yang maknyod, kami berbincang dengan pak
suparno.
Salah seorang bekas
karyawan PT.Bayu Aji Bimasena,sebuah perusahaan yang mengelola perkebunan kopi
tambora. Pak Suparno menginjakkan kaki di Bima sejak tahun 80 an dan sudah
beranak cucu di kawasan Tambora. Lelaki brewok itu sudah menyatu dengan alam
kopi tambora meskipun mulai tahun 2014
dirinya tidak lagi mendapatkan SK sebagai penjaga kebun kopi Tambora dari dinas
Perkebunan Kabupaten Bima. Penggantinya Pak Wardoyo pun belum bersedia naik ke
pesanggarahan sebagai pengganti Suparno karena pria asal Rembang ini belum mau
turun dari kawasan Pesanggarahan.
Saat ini kawasan
Pesanggarahan Tambora sedang dibangun beberapa bangunan semacam baruga, taman
dan beberapa kamar seperti kos-kosan. Sementara kolam renang tua peninggalan Belanda masih kosong tanpa
terisi air. Pak Suparno menceritakan bahwa pada tahun 80 an luas areal kebun
kopi Tambora lebih kurang 500 Ha, namun saat ini sudah berkurang sekitar 350
Ha. Di dalam pesanggarahan terdapat koleksi hasil temuan artefak sisa peradaban
Tambora. Pak Suparno menunjukkan beberapa hasil penggalian yang ditemukan di
kompleks Sori Sumba seperti potongan bambu yang terbakar, potongan kayu yang
terbakar, beberapa keramik dan pecahan keramik, Guci,beberapa peludahan dari
bahan kuningan, lapean bahan porselin, Wadu Lo’i sebagai alat untuk menumbuk
obat.
Setelah 30 menit berbincang
dengan Suparno dan mengindentifikasi temuan sisa peradaban Tambora yang terus
digali sejak 4 tahun silam, kami diantar menuju lokasi penggalian situs di Sori
Sumba. Jaraknya hanya sekitar 15 menit perjalanan dengan motor melewati jalan
setapak di celah kebun kopi dan hutan Tambora. Di lokasi penggalian kami
bertemu Tim Arkeolog Nasional, pak Sony Wibisono dan 10 orang anggotanya. Di
dalam lubang 10 x 10 meter dengan kedalaman 3,5 meter itu tampak dua buah tiang
rumah yang terbakar, tapi masih utuh. bambu yang terbakar yang diduga bekas
pagar, lumpang/lesung, bedek yang sudah terbakar, 6 buah batu yang dulu
merupakan alas tiang rumah, batu bekas tungku, beberapa pecahan keramik, bajak
dan tulang binatang.
Kami sempatkan untuk
mengabadikan suasana penggalian dan mengorek informasi dari para Arkeolog
Nasional . Pak Sony mengemukakan, penggalian situs selama 4 tahun terakhir
difokuskan di sektiar kawasan Sori Sumba. Diperkirakan dibawah itu adalah bekas
pemukiman masyarakat Tambora 200 tahun silam. Hal itu dibuktikan dengan adanya
sungai Sori sumba yang mengalir di sekitar areal itu.Penggalian itu bukan tanpa
kendala, menuurut Pak soni, kondisi temuan yang sudah menjadi arang dan
sebagian hancur akan sulit untuk proses konservasi. Jika diangkat, maka temuan
itu akan hancur karena rentan terhadap oksigen. Untuk itulah, Tim Arkeolog
menggandeng pakar konservasi Candi Borobudur, pak Nahar. Sekitar satu jam kami
berada di situs Tambora. Banyak persoalan yang kami bahas dengan tim Arkeolog,
termasuk rencana pembangunan Eko Museum tahun 2015, pameran situs peradaban
Tambora dan penyusunan buku Jelajah Kekayaan Tambora baik dari sisi sejarah,
arkeologi,vulkanologi,geologi, potensi dan kepariwisataan.Karena sejak 4 tahun
terakhir penggalian cukup intensif dilakukan baik dari Arkenas maupun dari
Balai arkeologi Denpasar.
Meninggalkan Situs dan
bongkahan tanah di sekitar Sori Sumba, sepertinya membisikkan sesuatu,
membisikan tangis, membisikan harapan, membisikan tanya. Sedang apa dikau wahai
leluhurku. apa yang telah terjadi dengan kalian sehingga harus terkubur
hidup-hidup. Kini peradabanmu mulai terungkap meski baru secuil harap yang
terhampar. Tambora, sebuah pearadaban yang terkubur mulai menyapa dunia.
( Bersambung )
Tidak ada komentar
Posting Komentar