Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 7) - Media Tabaca
BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

header-ad

Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 7)



Foto : Anonim (Alan Malingi)
Sebenarnya Heraldur Sirgudson bukanlah orang pertama yang menemukan sisa peradaban Tambora. Masyarakat setempat telah banyak menemukan sisa peradaban itu dari hasil penggalian dan eksavasi yang dilakukan di sekitar hutan di kawasan Tambora. Masyarakat menemukan benda-benda berupa keramik, keris, alat rumah tangga dan lain-lain.


Sebelumnya :
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 1)


Misteri Peradaban Mulai Terkuak

Penulis : Alan Malingi
Prof. Heraldur Sirgudson dari Rhode Island University , USA menyebut Tambora sebagai  “ Pompeii Dari Timur “. Pompeii adalah sebuah kawasan di Italia yang hancur luluh tertelan letusan dahsyat gunung Vesuvius  tahun 79 Masehi. Namun letusan Tambora dua kali lebih dahsyat dari Vesuvius. Temperatur awan panas (Wedus Gemble) tercatat 800 derajat. Sementara Vesuvius mencapai 500 Derajat. Kini Prahara tersebut menyimpan berjuta kenangan yang terkubur bersama pasir letusannya. Berbagai temuan telah menjelaskan kepada kita yang hidup di abad ini tentang sebuah peradaban yang hilang.

Sebenarnya Heraldur Sirgudson bukanlah orang pertama yang menemukan sisa peradaban Tambora. Masyarakat setempat telah banyak menemukan sisa peradaban itu dari hasil penggalian dan eksavasi yang dilakukan di sekitar hutan di kawasan Tambora. Masyarakat menemukan benda-benda berupa keramik, keris, alat rumah tangga dan lain-lain.

Berdasarkan temuan masyarakat itu, maka Heraldul Sirgudson dan rekan-rekannya pada tahun 2004 setelah mengikuti seorang pemandu tur yang mengatakan, warga setempat telah menemukan peninggalan kuno di daerah itu. Dari hasil penggalian ditemukan sisa-sisa perunggu, tembikar dan kaca.Letusan Gunung Tambora mengundang perhatian besar karena terkait dengan masalah perubahan iklim. Temuan Heraldur ini diliput khusus oleh Tabloid Kilas pada tahun 2004.

Perempuan Cantik Di Teras Rumah

Sejak penemuan itu, Tim Arkeologi Nasional maupun Tim Arkeologi Bali serta para peneliti mulai melakukan penelitian dan penggalian di Tambora. Saya dengan beberapa rekan mendapatkan kehormatan berkunjung pada saat penggalian itu berlangsung pada pertengahan Juni 2014, setahun sebelum perayaan Dua Abad Tambora Menyapa Dunia yang dihadiri oleh Presiden Jokowidodo.
Berikut cerita perjalanan saya ke situs peradaban Tambora yang telah dimuat di blog Romantika Bima pada tanggal 24 Juni 2014.
 
Selepas shalat Jumat di Masjid desa Pancasila Kabupaten Dompu, saya dan tiga orang rekan menyewa motor ojek menuju pesanggrahan dan lokasi penggalian situs sisa peradaban Tambora. Sepanjang perjalanan, meski menerjang jalan-jalan berlubang, agak licin dan rusak kami tetap bersemangat karena penasaran melihat dari dekat pesanggarahan Tambora dan lokasi situs. Sepanjang jalan, suasana cukup sejuk dan dingin di antara kebun kopi Tambora yang bebuah lebat. Setelah 30 menit menjelajahi  hutan di lereng barat gunung Tambora itu, kami tiba di sebuah pertigaan yang landai.

Di areal ini kami menemukan bekas perpustakaan, sebuah masjid dan bangunan bekas pabrik kopi Tambora. Ada juga dua rumah semi permanen yang dihuni warga transmigran asal pulau lombok. Di sebelah barat masjid terdapat sebuah rumah semi permanen juga. Salah seorang teman menanyakan arah ke pesanggarahan Tambora kepada salah seorang wanita yang duduk di depan rumah itu. Dari jauh saya melihat arah tangannya menunjuk ke arah timur. Lalu kami pun mengikuti dan tancap gas menuju arah yang ditunjuki tadi.

Sudah 30 menit kami mengarungi hutan dan jalan setapak yang terus menanjak, tidak satupun perkampungan kami lihat. Bingung mulai menyelimuti, lalu kami putuskan untuk beristirahat.Sesaat kemudian, kami melihat dua orang wanita menjunjung kayu bakar. Kami dekati keduanya untuk bertanya arah ke pesanggarahan Tambora. Ternyata kami sudah jauh ke arah timur, dan kami disuruh kembali karena pesanggarahan tidak jauh dengan kompleks bekas perusahaan kopi Tambora tadi. Kami pun kembali dan menemukan jalur tanjakan menuju pesanggarahan.

Karena perut yang menari keroncongan, kami pun memutuskan untuk memasak nasi, mie instan dan telur yang kami bawa dari pancasila.Hanya dua telur yang utuh, tiga telur pecah dan merambat ke pakaian di dalam Tas Fahru Rizki.  eh, ternyata saya lupa ayam goreng dan rendang yang dibeli di cabang Banggo.Setelah makan siang yang sudah kesorean kami bertemu dengan pak Suparno. Sambil menikmati suguhan kopi Tambora yang maknyod, kami berbincang dengan pak suparno.

Salah seorang bekas karyawan PT.Bayu Aji Bimasena,sebuah perusahaan yang mengelola perkebunan kopi tambora. Pak Suparno menginjakkan kaki di Bima sejak tahun 80 an dan sudah beranak cucu di kawasan Tambora. Lelaki brewok itu sudah menyatu dengan alam kopi tambora meskipun  mulai tahun 2014 dirinya tidak lagi mendapatkan SK sebagai penjaga kebun kopi Tambora dari dinas Perkebunan Kabupaten Bima. Penggantinya Pak Wardoyo pun belum bersedia naik ke pesanggarahan sebagai pengganti Suparno karena pria asal Rembang ini belum mau turun dari kawasan Pesanggarahan.

Saat ini kawasan Pesanggarahan Tambora sedang dibangun beberapa bangunan semacam baruga, taman dan beberapa kamar seperti kos-kosan. Sementara kolam renang  tua peninggalan Belanda masih kosong tanpa terisi air. Pak Suparno menceritakan bahwa pada tahun 80 an luas areal kebun kopi Tambora lebih kurang 500 Ha, namun saat ini sudah berkurang sekitar 350 Ha. Di dalam pesanggarahan terdapat koleksi hasil temuan artefak sisa peradaban Tambora. Pak Suparno menunjukkan beberapa hasil penggalian yang ditemukan di kompleks Sori Sumba seperti potongan bambu yang terbakar, potongan kayu yang terbakar, beberapa keramik dan pecahan keramik, Guci,beberapa peludahan dari bahan kuningan, lapean bahan porselin, Wadu Lo’i sebagai alat untuk menumbuk obat.

Setelah 30 menit berbincang dengan Suparno dan mengindentifikasi temuan sisa peradaban Tambora yang terus digali sejak 4 tahun silam, kami diantar menuju lokasi penggalian situs di Sori Sumba. Jaraknya hanya sekitar 15 menit perjalanan dengan motor melewati jalan setapak di celah kebun kopi dan hutan Tambora. Di lokasi penggalian kami bertemu Tim Arkeolog Nasional, pak Sony Wibisono dan 10 orang anggotanya. Di dalam lubang 10 x 10 meter dengan kedalaman 3,5 meter itu tampak dua buah tiang rumah yang terbakar, tapi masih utuh. bambu yang terbakar yang diduga bekas pagar, lumpang/lesung, bedek yang sudah terbakar, 6 buah batu yang dulu merupakan alas tiang rumah, batu bekas tungku, beberapa pecahan keramik, bajak dan tulang binatang.

Kami sempatkan untuk mengabadikan suasana penggalian dan mengorek informasi dari para Arkeolog Nasional . Pak Sony mengemukakan, penggalian situs selama 4 tahun terakhir difokuskan di sektiar kawasan Sori Sumba. Diperkirakan dibawah itu adalah bekas pemukiman masyarakat Tambora 200 tahun silam. Hal itu dibuktikan dengan adanya sungai Sori sumba yang mengalir di sekitar areal itu.Penggalian itu bukan tanpa kendala, menuurut Pak soni, kondisi temuan yang sudah menjadi arang dan sebagian hancur akan sulit untuk proses konservasi. Jika diangkat, maka temuan itu akan hancur karena rentan terhadap oksigen. Untuk itulah, Tim Arkeolog menggandeng pakar konservasi Candi Borobudur, pak Nahar. Sekitar satu jam kami berada di situs Tambora. Banyak persoalan yang kami bahas dengan tim Arkeolog, termasuk rencana pembangunan Eko Museum tahun 2015, pameran situs peradaban Tambora dan penyusunan buku Jelajah Kekayaan Tambora baik dari sisi sejarah, arkeologi,vulkanologi,geologi, potensi dan kepariwisataan.Karena sejak 4 tahun terakhir penggalian cukup intensif dilakukan baik dari Arkenas maupun dari Balai arkeologi Denpasar.

Meninggalkan Situs dan bongkahan tanah di sekitar Sori Sumba, sepertinya membisikkan sesuatu, membisikan tangis, membisikan harapan, membisikan tanya. Sedang apa dikau wahai leluhurku. apa yang telah terjadi dengan kalian sehingga harus terkubur hidup-hidup. Kini peradabanmu mulai terungkap meski baru secuil harap yang terhampar. Tambora, sebuah pearadaban yang terkubur mulai menyapa dunia.

( Bersambung )

« PREV
NEXT »

Tidak ada komentar