Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 5) - Media Tabaca
BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

header-ad

Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 5)

Sumber foto : Anonim (Alan Malingi)

Sebelumnya :
Mengenang Bencana April 1815 (Bagian 1)
Penulis : Alan Malingi
………….Tahun-tahun setelah letusan Tambora adalah tahun-tahun tersulit yang dialami kerajaan Sanggar, Dompu dan Bima.Kelaparan merajalela, musim yang tidak menentu, wabah dan penyakit merajalela akibat abu vulkanik Tambora, para petani mengalami gagal tanam maupun gagal panen. Pada kondisi sulit ini, rakyat Bima kehilangan pemimpin yang penuh kharismatik yaitu Sultan Abdul Hamid Muhammadyah, sultan Bima ke-9 yang memerintah dari tahun 177301819. Tongkat estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya Sultan Ismail Muhammadsyah dan memerintah hingga tahun 1854.

Ketika Ismail naik tahta, kekalutan ekonomi terus melanda. Diperparah lagi dengan kondisi di perairan laut Flores dan sekitarnya dipenuhi para bajak laut atau yang dikenal dengan “Tabelo”. Perairan Sulawesi juga tak luput dari serangan Tabelo. Suasana di laut semakin kacau. Kampung-kampung dan pulau-pulau tak luput dari serangan. Harta benda dijarah. Jiwa manusiapun berguguran. Para penghuni pulau banyak yang mengungsi mencari tempat yang aman.

 Perairan selat Sape dan sekitarnya hingga di wilayah kerajaan Sanggar diserang Tabelo yang dikenal oleh orang-orang Bima dengan Pabelo. Serangan Pabelo memaksa Sultan Ismail membentuk pasukan khusus menumpas Pabelo. Pasukan itu diberinama “Suba Ngaji”. Tugas khusus lasykar ini adalah menumpas Pabelo dan mengamankan sultan beserta keluarganya dari Pabelo.

Pabelo memporak-porandakan kerajaan Sanggar yang belum pulih dari amukan Tambora. Rakyat yang tidak berdaya diangkat dengan paksa dan dijadikan budak belian sebagai salah satu komoditi dagang dalam pasar perompak. Kesengsaraan rakyat Sanggar digoreskan oleh peneliti ilmu alam bernama Coffs asal Belgia. Dalam catatan hariannya sebagaimana dikutip H.Abdullah Tayib, BA dalam buku Sejarah Bima Dana Mbojo halaman 239 sebagai berikut :

“ Dia bercakap-cakap dalam bahasa Melayu yang cukup bagus.Dia harus bercocok tanam sendiri dan dia sendiri yang memotong kayu bakar dan memikulnya pulang. Saya merasa kasihan selalu.”

Coffs menceritakan tentang kondisi Raja Sanggar yang jatuh bangun menghadapi kesulitan ekonomi akibat amukan Tambora maupun serangan bajak laut itu. Inilah yang menjadi sebab kenapa kerajaan Sanggar tidak mampu bangkit dari kedaulatannya akibat amukan Tambora dan diperparah oleh serangan bajak laut. Setengah abad kemudian, kerajaan ini akhirnya bergabung dengan kerajaan Bima tepat pada tahun 1926.

Ketika para Pabelo memasuki perairan Sape, lasykar Suba Ngaji  menumpas Pabelo. Dengan kekuatan penuh dibawah pimpinan Jeneli Parado dan Bumi Waworada, pabelo akhirnya dapat ditumbangkan dan kepala pimpinannya dibawa ke hadapan Sultan Ismail. Suba Ngaji terus bergerak menunpas para Pabelo di setiap perairan Bima. Sehingga sejak saat itu Bima aman dari serangan Pabelo.

Setelah penumpasan Pabelo, Sultan Ismail mulai memperbaiki kondisi ekonomi kesultanan Bima. Sawah-sawah baru dicetak, tambak-tambak dibuat, dan dilakukan pembenahan di segala bidang. Kesultanan Bima akhirnya mampu keluar dari krisis akibat letusan Tambora.

( Bersambung )

« PREV
NEXT »

Tidak ada komentar